Thursday 20 August 2015

Kekerasan batu kecubung

Kekerasan batu bacan Kasus kekerasan lagi-lagi kembali terjadi di sekolah. Yang sedang banyak dibicarakan adalah kasus kekerasan yang menimpa seorang siswi SD di Bukit Tinggi. Pelakunya adalah teman-teman sekolahnya sendiri. Lewat pemberitaan dan media sosial, kasus ini menyeruak ke permukaan. Seperti halnya banyak kasus lainnya, kasus ini dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es. http://pepperpotrestaurant.com/asthma-tips-you-should-definitely-check-out/ Kasus yang dapat dilihat hanyalah sebagian kecil dari lebih banyak kasus yang terjadi yang mungkin tenggelam dari pengamatan publik. Agresi sendiri tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan umat manusia. Dalam beberapa kasus, agresi dibutuhkan untuk mempertahankan diri dan menjaga kelangsungan hidup. Penggunaan agresi untuk kepentingan ini tidak hanya berlaku pada


manusia namun juga berlaku pada mahluk hidup lainnya. Oleh karenanya, dapat dimaklumi penggunaan agresi untuk kepentingan tertentu namun tentu saja bukan untuk dimunculkan dalam segala situasi. Agresi yang muncul dalam situasi yang sebenarnya tidak membutuhkan penggunaan agresi akan memunculkan suatu masalah. Entah diketahui secara terbuka atau tersembunyi, kekerasan akan memberikan dampak yang buruk baik bagi pelaku, korban, maupun lingkungan di sekitarnya. Perilaku agresif dapat muncul secara kurang adaptif di berbagai konteks. Salah satunya adalah dalam konteks pendidikan formal. Pelaku dan juga korbannya adalah mereka yang berada dalam wilayah tersebut yaitu guru, karyawan, bahkan para siswa sendiri. Agresi oleh para siswa


dengan korban siswa lainnya sudah bukan menjadi fenomena yang langka di negri ini. Maraknya perilaku kekerasan di sekolah oleh anak didik sebenarnya tidak muncul begitu saja. Penanaman nilai dan modeling dari keluarga Bagi anak, keluarga adalah tempat mereka belajar cara memandang dunia. Lewat kaca mata orangtuanyalah anak menilai dan bersikap terhadap berbagai hal yang ada di dunia termasuk di dalamnya adalah bagaimana mereka melihat lingkungan sosial di sekitarnya. Cara pandang ini di dapat lewat nilai-nilai hidup yang disampaikan oleh keluarga dan kemudian akan menjadi nilai hidup yang dimiliki anak. Nilai hidup tersebut disampaikan saat orangtua mengungkapkan apa yang penting bagi


anak. Nilai hidup juga disampaikan saat orangtua memperlihatkan bagaimana mereka melihat dan bertindak dalam kehidupan sehari-harinya. Munculnya berbagai fenomena kekerasan yang terjadi di ruang domestik keluarga juga merupakan nilai hidup yang akan dipelajari anak. Misalnya kekerasan antar ayah dengan ibu, antar orangtua dan anak, bahkan antar keluarga sang anak dengan tetangga-tetangganya. Menyadari hal ini dan kemudian mengurangi penanaman nilai kekerasan menjadi agenda yang penting dilakukan dalam keluarga Banyaknya model kekerasan di masyarakat Selain mempelajari nilai hidup dari keluarga, anak juga memperlajarinya dari masyarakat di sekitarnya. Setiap hari, anak melihat berbagai hal yang ada di masyarakat. Hal-hal tersebut selain dapat diamati


secara langsung juga tersaji lewat berbagai media seperti media cetak, televisi, dan yang sekarang sudah merebut banyak ruang hidup manusia dan juga anak yaitu internet. Maraknya berbagai aksi kekerasan yang dilakukan berbagai golongan masyarakat bahkan mereka yang dipandang sebagai golongan terhormat akan membisikkan nilai hidup tertentu yang secara perlahan akan terpahat dalam diri anak. Mengurangi model agresif dan memberikan model-model lain yang lebih konstruktif perlu mulai http://www.megontherun.com/tips/solid-home-schooling-tips-for-better-education/ dilakukan. Memang jika ingin mengubah anak-anak kita menjadi lebih baik, orang-orang dewasa pun perlu melakukan hal yang sama terlebih dahulu.



Kekerasan batu kecubung

No comments:

Post a Comment