Wednesday 17 December 2014

Catatan Harian Seorang Jamaah Haji Jepang

Waktu Keberangkatan: tahun ke-12 penanggalan Taishu/11 Desember 1923 M. Tanaka Ibe (H Nur Muhammad) adalah Muslim kedua Jepang yang melaksanakan ibadah haji. Baginya, haji merupakan suatu perjalanan bersejarah. Dia pun tak lupa menuliskan catatan harian selama berhaji yang kemudian dipublikasikan melalui Sky Shishi Kai, sebuah majalah di Jepang, edisi ke-5, 5 November 1933 M. Perjalanan haji Tanaka Ibe dimulai usai Tokyo diguncang gempa pada tahun 1923 M, seperti dijelaskan dalam catatan hariannya yang dipublikasikan sepuluh tahun setelah berhaji. Catatannya sengaja disebarkan melalui majalah dengan maksud agar kaum Muslimin Jepang berbondong-bondong menunaikan ibadah haji. Catatan harian ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Sarah Takahashi. Berikut petikannya: Perjalananku dimulai dari Tokyo menuju Manchuria, melewati beberapa kota di Cina. Di negeri tirai bambu itu, aku menghabiskan waktu hingga enam bulan. Aku juga bertemu lima belas amir haji yang akan berangkat ke Makkah. Kami pun berangkat bersama-sama. Tiba di Hongkong, kami menjalani pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi. Vaksinasi ini wajib bagi siapa pun yang hendak bepergian ke luar negeri. Dari Hongkong, kami ke Singapura, lalu menuju Jawa. Saat itu, kami bertemu lagi dengan dua puluh Muslim lain dari Cina. Kami pun bersama-sama menunggu kapal yang akan membawa kami ke tempat yang sangat kami dambakan, Tanah Suci Makkah. Sembari menunggu kapal, kami senantiasa berdoa agar dimudahkan dalam menjalankan ibadah yang mulia itu. Sambil berharap dapat melalui perjalanan ini dengan aman dan lancar. Kami menunggu kapal sambil tetap berdoa dan tidak mengeluh sedikit pun. Meski kami baru bertemu, tetapi di antara kami sudah sangat akrab seolah telah lama saling kenal. Kapal Haji Perjalanan ke Makkah memiliki sejarah yang begitu panjang dan telah berlangsung lama. Dulu, jamaah haji Shanghai, Cina, atau daerah-daerah lain di Asia Tengah berangkat haji melalui jalur darat. Melewati Irak, Palestina, dan Madinah. Namun saat ini, kami melakukan perjalanan haji melalui melintasi Singapura dan Bombay. Begitu pula dengan sebagian besar jamaah haji Asia, mereka mengarungi Samudra Hindia. Kapal ini akan membawa kami menuju Jeddah. Bentuknya sangat besar, layaknya kapal kargo. Para awak kapal mengatakan bahwa setiap penumpang hanya mendapat tempat seluas 2 m x 70 cm di atas kapal tersebut, tidak lebih. Kami membeli tiket kapal untuk perjalanan pergi dan pulang pada waktu bersamaan. Awak kapal sengaja menaikkan penumpang sebanyak-banyaknya, meski melebihi kapasitas. Bahkan, seolah tidak ada batas kapasitas tertentu untuk kapal tersebut. Kapal yang aku naiki itu bernama Cayman. Beratnya sekitar 7.000 ton. Kapal ini disesaki oleh 3.200 penumpang yang harus berdesak-desakan hingga di atap. Aku sendiri mendapat tempat di geladak paling bawah. Di sana aku menggelar sajadah sebagai tanda bahwa tempat itu sudah ada yang menempati. Saat naik, penumpang saling berebut sejak pukul 05.00 pagi hingga 17.00 sore. Dua belas jam kemudian, kapal baru bergerak meninggalkan dermaga. Kami berangkat di musim hujan sehingga kami kedinginan selama perjalanan. Kapal yang kami tumpangi terombang-ambing di laut. Ombak dan gelombang menghantam badan kapal hingga membuat kami ketakutan. Kami juga harus memasak untuk makan dengan jatah air tawar yang sangat terbatas dan kayu bakar seadanya. Setelah melewati Samudra Hindia, kapal mengarungi Laut Arab, lalu Laut Merah. Di Laut Merah, cuaca juga tidak bersahabat. Hujan terus mengguyur dan hawa dingin menyengat. Meski begitu, kami selalu melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Begitulah keadaan kami setiap hari selama dalam perjalanan. Namun, semua terasa ringan dan waktu berlalu begitu cepat. Di suatu pulau bernama Kamsran, di Laut Merah, kami diturunkan satu per satu sambil membawa barang bawaan kami untuk diperiksa, memastikan tidak ada penumpang yang akan menularkan penyakit. Pemeriksaan itu diperkirakan beriangsung selama sebulan. Kami beruntung, karena dalam dua hari pemeriksaan sudah selesai. Kami pun kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan menuju Jeddah. Saat Jeddah sudah terlihat, kami segera bersiap siap untuk turun dari kapal. Setelah turun, lagi-lagi kami harus melewati pemeriksaan. Namun, pemeriksaan kali ini terkait barang yang kami bawa, termasuk dokumen perjalanan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan sangat detail dan teliti, sesuai dengan ajaran Islam tentang pelaksanaan ibadah haji. Kami lalu mengganti pakaian dengan pakaian ihram berupa dua helai kain putih. Kain ini sangat sederhana (tidak terdapat jahitan), sampai-sampai ada yang menyebutnya seperti saat zaman pra sejarah. Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Hannan Putra Sumber: Atlas Haji dan Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth – See more at: http://www.jurnalhaji.com/pengalaman-umrah-dan-haji/catatan-harian-seorang-jamaah-haji-jepang/#sthash.KqXQkzEj.dpuf


Read more : paket umroh plus turki 2015



Catatan Harian Seorang Jamaah Haji Jepang

No comments:

Post a Comment